News &
Updates

News Image

Share

Mengenal Penyair Favorite Gen Z
28 Februari 2024

Puisi adalah salah satu bentuk media untuk menyuarakan pendapat dan gagasan melalui rangkaian kata-kata indah. Puisi tak melulu soal cinta, banyak juga puisi yang hadir sebagai wujud protes, sebut saja seperti puisi-puisi karya sastrawan Widji Tukul, W.S.Rendra, hingga Chairil Anwar.

Para sastrawan legendaris tersebut tentunya akan terus dikenang melalui puisi-puisi yang dibuatnya, khususnya terhadap karya-karya yang sangat berpengaruh terhadap kesusasteraan Tanah Air.
Karya-karya sastra mereka memang akan terus abadi, namun dibutuhkan generasi muda agar semakin banyak lahir puisi, sajak, dan prosa yang menghiasi dunia literasi di Indonesia.

Berikut ada 5 sastrawan muda Indonesia dengan karya sastranya yang mungkin menjadi favorit para Gen Z saat ini.

  • Fiersa Besari
    Aku biarlah seperti bumi
    Menopang meski diinjak,
    Memberi mesti dihujani,
    Diam meski dipanasi,
    Sampai kau sadar,
    Jika aku hancur, kau juga

Itulah bait puisi karya Fiersa Besari yang ada di dalam bukunya berjudul Garis Waktu. Fiersa Besari atau yang akrab disapa Bung Fiersa memang aktif dalam dunia tulis-menulis. Terbukti ia telah menerbitkan 5 judul buku yang semuanya sukses meraih perhatian generasi millenial, sebut saja seperti Albuk : 11:11, Konspirasi Alam Semesta, Arah Langkah, dan Catatan Juang.
Fiersa memang salah satu sastrawan muda yang juga merangkap sebagai seorang musisi, lagu-lagunya pun juga cukup dikenal dan mendapat tempat tersendiri bagi para pendengarnya.

  • Aan Mansyur
    Tidak ada New York hari ini.
    Tidak ada New York kemarin.
    Aku sendiri dan tidak berada di sini.
    Semua orang adalah orang lain.

Pasti merasa familiar dengan bait puisi di atas? Itu adalah puisi yang ada di film Ada Apa dengan Cinta 2. Aan Mansyur inilah sang penyairnya.
Aan mencintai diksi dan pemahamannya tentang itu membuat puisi-puisinya menjadi kaya akan pilihan kata. Kamu yang ingin melihat karya-karya puisi Aan lainnya, bisa baca dalam bukunya yang berjudul Tidak Ada New York Hari Ini, Melihat Api Bekerja, Cinta yang Marah, dan Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi.

  • Faisal Oddang
    Kenapa kau dan dua orang selain dirimu tidak menjawab pertanyaanku?
    Apakah menuntut kebenaran melalui sejumlah pertanyaan hanya akan berakhir dengan pertanyaan itu sendiri?

Itulah salah satu kutipan puisi yang terdapat dalam buku Manurung : 13 Pertanyaan untuk 3 Nama. Faisal Oddang memang salah satu sastrawan muda yang mumpuni, terbukti bukunya yang berjudul Hanya Kamu yang Tahu Berapa Lama Lagi Aku Harus Menunggu berhasil masuk nominasi 5 besar di ajang Penghargaan Kusala Khatulistiwa tahun 2014.

  • Ratih Kumala
    Aku dilahirkan sebagai batu tulis yang kosong. Aku tabula rasa, aku adalah dogma dari aliran empiris yang terbentuk dari jalan hidup. Aku tak menyesalinya. Aku tak menyesali jalannya.

Pernah membaca novel Tabula Rasa? Atau Gadis Kretek yang ceritanya bersentuhan dengan sejarah kretek di Indonesia? Keduanya merupakan karya dari Ratih Kumala. Gadis Kretek bahkan sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Jerman hingga masuk dalam nominasi Khatulistiwa Literary Award 2012.
Sedangkan dalam Tabula Rasa Ratih Kumala ingin menyampaikan sebenarnya cinta itu tidak harus didasarkan atas hubungan heterogen. Semua berhak menentukan kepada siapa cintanya berlabuh. Tidak selamanya apa yang dikatakan dan dijalani setiap orang sama.

  • J.S. Khairen
    Aneka rasa tumpah dari langit.
    Cemas dan rindu tanpa bisa kucegah
    Rasa yang begitu besar, yang melenyapkan rasa lainnya

Terkenal dengan nama pena J.S.Khairen, puisi-puisi yang diselipkan dalam buku-buku karangannya rupanya berhasil menjadi daya tarik tersendiri bagi para pembacanya. Tak jarang juga ia membagikannya dalam secarik kertas kemudian diunggahnya dalam akun instagram pribadinya.

(aer)